Sabtu, 03 Desember 2011

Model Pengelolaan Sampah ITB Bisa Diterapkan di Bandung

Iman Herdiana

Sumber: okezone.com, Jum'at, 04 November 2011 17:03 wib


BANDUNG - Model rumah pengelolaan sampah (RPS) Institut Teknologi Bandung (ITB) bisa ditiru secara komunal. Tiap 1.000 kepala keluarga di Bandung, bisa membuat model pengelolaan sampah secara mandiri tersebut. Pengelolaan sampah secara mandiri ini artinya tidak tergantung kepada dinas kebersihan kota. Dari sampah juga bisa dihasilkan barang-barang daur ulang dan pupuk organik yang bisa dijual. Maka, RPS ITB yang sudah berjalan selama lima tahun kini bisa mandiri, bahkan mampu menyerap tenaga kerja.

Ahmad (41), salah seorang pegawai RPS ITB, mengaku digaji Rp1,1 juta per bulan dengan waktu kerja enam hari dalam satu minggu. Dia bertugas sebagai tenaga pembakar sampah yang tidak dapat didaur ulang seperti berbagai jenis kantung plastik.

"Setiap hari, saya bisa membakar sekira 100 kg sampah plastik," ujar pria asal Gang Siliwangi, Jalan Siliwangi, Bandung itu, Jumat (4/11/2011).

Sebagai penghasilan tambahan, pria yang telah bekerja selama dua tahun tersebut bisa mengumpulkan sampah yang bisa didaur ulang berupa kardus, duplek, plastik bekas minuman, botol, dan lain-lain. "Sehari bisa mendapat 40 kg lebih. Ya kalau dijual lumayan hasilnya," kata Ahmad.

RPS ITB didirikan pada 2007 pasca longsornya TPA Leuwi Gajah. Pendiri RPS adalah dosen Sekolah Tinggi Ilmu Hayati (SITH) ITB, Nyoman P Aryanta.

Di samping menghasilkan kompos, daur ulang sampah, energi panas pembakaran sampah juga digunakan perusahaan Rumah Jamur untuk membudidayakan berbagai jenis jamur yang bisa dikonsumsi untuk makanan dan obat.

Sementara Ainur Rofiq, asisten Nyoman P Aryanta, menyebutkan, hingga kini tercatat 11 orang pegawai yang bekerja di RPS. "Model RPS ITB bisa dibuat oleh tiap 1.000 KK di Bandung. Pengelolaannya bisa mandiri lewat budidaya jamur, daur ulang, dan kompos. Belum lagi jIka ada retribusi dari pihak yang ikut membuang sampah ke RPS," papar Ainur.

RPS ITB berkapasitas satu persen dari total sampah yang ada di Kota Bandung yang per harinya mencapai 200 meter kubik. RPS merupakan prototipe pengelolaan sampah bukan mengandalkan TPA.

"Memang yang menjadi kontroversi karena ada di inseneratornya. Tapi sebernarnya pembakaran sampah biasa lebih bahaya daripada pakai insenerator," ujarnya.

Insenerator tersebut dibuat dosen kimia ITB Adi Darmawan dengan kapasitas 100 kg per jam. Biaya pengelolaan sampah RPS jika dihitung-hitung mencapai Rp30 ribu untuk mengolah sampah organik permeterkubik dan Rp30 ribu untuk sampah bukan organik. Biaya tersebut meliputi BBM, gaji karyawan, dan komponen lainnya.

Sedangkan kompos yang dihasilkan lebih sehat karena hasil permentasi mikroba perkomposn bukan ekoli seperti di TPA umumnya. Mikroba dikembangkan oleh labolatorium Sekolah Tinggi Ilmu Hayati (SITH) ITB. "Sehingga sampah organik di sini tidak menimbulkan bau," kata alumni biologi ITB angkatan 2000 ini.

Senin, 11 April 2011

Bagaimana Cara Jerman Mengurus Sampah?

Tribun Jogja - Kamis, 3 Februari 2011 15:34 WIB

Catatan : Admi Landri Schuleter

PENANGANAN sampah di Jerman benar-benar dimulai dari rumah tangga. Begitu juga di lingkungan perkantoran, perusahaan, dan pertokoan. Sampah sudah dipilah-pilah berdasarkan jenisnya dari titik pertama produksi sampah.

Setiap perumahan penduduk, toko, kantor, restoran, supermarket dan industri di Jerman wajib memiliki minimum dua macam tong sampah yang disediakan dinas kebersihan pemerintah daerah setempat.

Ukurannya beragam tergantung berapa banyak sampah yang dibuang setiap minggu. Tong yang tutupnya berwarna hijau digunakan buat pembuangan sampah organik yang bisa langsung dikomposkan.

Sedangkan tong bertutup abu-abu untuk pembuangan sampah multi atau nonorganik. Tong sampah ini dikosongkan setiap minggu dan bergantian. Misalnya minggu ini tong bertutup warna hijau dikosongkan, dan minggu depannya tong berwarna abu-abu.

Selain itu pemerintah daerah memberikan secara cuma-cuma kantong plastik kuning yang diberi nama "Gelbersack" ke setiap rumah tangga. Kantong ini untuk sampah yang bisa diolah kembali/recycling seperti kaleng, plastik, styrofoam dll.

"Gelbersack" ini dikumpulkan di pinggir jalan oleh setiap rumah tangga yang kemudian diambil oleh dinas kebersihan setiap dua minggu. Ada juga sebagian rumah tangga, kantor dan industri yang memiliki tong sampah tutup biru yang digunakan untuk pembuangan kertas.

Sedangkan bagi rumah tangga, toko, industri dan sebagainya, yang tidak memiliki tong tutup biru ini, sekali sebulan dinas kebersihan akan datang mengambil kertas-kertas ini yang telah ditumpuk masyarakat secara kolektif dengan rapi di trotoar jalan.

Atau masyarakat bisa langsung membuangnya langsung di tempat pengumpulan kertas dan botol yang tersedia di tiga tempat minimum di satu kelurahan. Sampah ini dari rumah tangga atau dari sumbernya telah dipisah-pisahkan terlebih dahulu sebelum dibuang ke tong.

Untuk memiliki tong sampah ini tentunya masyarakat harus membayar iuran sampah tiap bulannya, tergantung berapa besar ukuran tong dan berapa banyak tong yang dimiliki.

Sepertinya di Jerman tidak ada yang namanya sampah menjadi sia-sia. Pemerintah berusaha keras agar setiap sampah bisa bermanfaat, menjadi sumber energi antara lain.

Setiap tahun, sebanyak 525.000 ton sampah dibakar di industri energi dan batu bara merah Schöningen.

Ini sebuah kota kecil berpenduduk sekitar 13 ribu di distrik Helmstedt, negara bagian Lower Saxony. Dari Braunschweig, kota ini tidak terlalu jauh. Posisinya di antara tiga kota besar, Hannover, Braunschweig, Wolfsburg ke arah Magdeburg.

Pusat pengolahan sampah ini beroperasi nonstop 24 jam, termasuk akhir minggu dan hari libur. Sampah ini dibakar di bak pembakaran yang diambil setiap saat dengan keran yang panjang ke bunker deponi dengan suhu minimal 850 C.

Energi panas yang dihasilkan mencapai kualitas yang diharapkan menjadi sumber energi. Pusat pengolahan sampah ini dibawah kendali kepala produksi BKB (Braunschweig Kohlenbergwerke/Industri Batu Bara Braunschweig) Schöningen, Markus Anton.

Untuk proses pengubahan sampah menjadi sumber energi ini dibutuhkan sampah kering. Kalau sampah tersebut kelihatan gelap dan berwarna hitam, berarti sampah tersebut basah dan sulit untuk dibakar.

Kadang-kadang juga ditemui barang-barang yang tidak berhak menghuni deponi dan disimpan di bunker sampah. Misalnya tresor yang terbuat dari metal/besi, washtafel yang terbuat dari keramik. bahan-bahan seperti ini tidak bisa dibakar menjadi bara.

Sampah yang dibakar di Schöningen ini berasal dari berbagai region seperti: Helmstedt, Salzgitter, Goslar, Wolfsburg, Hannover dan Hildesheim, sedangkan sampah Braunschweig sendiri dibawa ke region lain.

Sebagian besar sampah di Jerman dibakar untuk dijadikan sumber energi seperti juga di Schöningen. Diperhitungkan, dalam jumlah 1.500 ton sampah yang dibakar dapat menghasilkan stroom sama sebanyak 700 ton pembakaran batu bara.

Melalui pembakaran sampah ini, energi yang berasal dari sumber daya alam perut bumi bisa dihemat. Ini pulalah yang mendasari kenapa Menteri Lingkungan Hidup Jerman Sigmar Gabriel memuji pemrosesan sampah seperti ini.

Pendeponian sampah yang belum diolah tidak boleh lebih dari dua tahun lamanya. Sebab gas methan yang diproduksi sampah tersebut bisa merusak iklim dan lingkungan. Sumber energi yang digunakan di Schöningen adalah berasal dari sampah dan batu bara merah.

Sejak 1998 Schöningen telah melakukan pembakaran sampah yang tentunya asap yang dihasilkannya sudah disaring dan dibebaskan dari CO2 dan gas-gas beracun lainnya yang sangat berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan sebelum dilepas ke udara.

Malah udara yang keluar dari dari industri BKB ini lebih bersih dari pada yang masuk ke sana. Secara permanen udara dan gas yang dihasilkan dari pembakaran sampah di industri ini selalu dikontrol.

Bahkan masyarakat diminta juga untuk ikut mengontrolnya dengan memberikan pelatihan dan informasi cuma-cuma mengenai hal ini.

Kepada masyarakat juga diinstruksikan agar melaporkan secepatnya seandainya ada masalah yang mencurigakan karena asap pembakaran ini. (*)

*) ADMI LANDRI SCHLUETER, Mahasiswi S-2 Teknik Lingkungan di Wolfenbuttel, Braunschweig, Jerman

Sumber: http://jogja.tribunnews.com/2011/02/03/bagaimana-cara-jerman-mengurus-sampah

Minggu, 02 Januari 2011

Workshop Daur Ulang Sampah bersama RECYCL Indonesia di Wonocatur, Yogyakarta

Pada Hari Minggu, 2 Januari 2011, warga Wonocatur, Yogyakarta melakukan workshop daur ulang sampah bersama RECYCL Indonesia. Workshop ini dihadiri lebih dari 20 orang dari berbagai tingkat usia.

Sebelum RECYCL Indonesia memberikan materinya, Pak Setyo menyampaikan materi tentang pengelolaan limbah rumah tangga dengan komposter, dan penggunaan biopori untuk halaman rumah.
Setelah Pak Setyo menyampaikan materinya, RECYCL Indonesia memberikan materi pengelolaan sampah padat. Dalam workhshop ini, peserta berlatih membuat 1) pigura dari sampah karton dan plastik, 2) gantungan kunci ikan dari sampah plastik, dan 3) tempat pensil dari sampah tabung karton dan plastik.

Acara berjalan dengan lancar dan menyenangkan karena peserta aktif dan berminat untuk berlatih mengelola sampah.

Sabtu, 01 Januari 2011

Mendaur ulang sampah plastik menjadi sumber usaha


Plastik menjadi bahan pembungkus yang paling banyak digunakan masyarakat. Meski semangat go green terus berkumandang dan banyak yang mencoba menghindarinya, penggunaan plastik hingga kini belum menurun. Itulah sebabnya bisnis penggilingan plastik tetap menggelinding.

Penggilingan sampah plastik merupakan bagian penting dalam sistem daur ulang plastik. Proses itu menjadi jembatan agar sampah plastik bisa bermanfaat.