Kertas daur ulang atau yang juga dikenal dengan sebutan kertas seni mulai populer pada dekade 80-an. Dengan menerapkan teknik pembuatannya yang sama seperti teknik membuat kertas pabrikasi, sebagian masyarakat mulai mencoba membuat kertas daur ulang secara manual atau buatan tangan. Dari sini kemudian timbul beragam nama untuk penyebutan kertas hasil buatan tangan, seperti kertas daur ulang (recycle paper), kertas buatan tangan (handmade paper), serta kertas seni (art paper) karena fungsinya sebagai sampul atau pelapis produk seni, seperti asesoris atau cinderamata.
Setelah masyarakat melihat adanya peluang bisnis yang cukup prospektif, maka pada dekade 90-an kertas daur ulang mulai diproduksi secara komersial. Di Yogyakarta, beberapa kelompok seniman memproduksi kertas daur ulang untuk kepentingan proses kreatifnya, seperti dalam pembuatan lukisan ataupun eksperimental art lainnya. Sementara di berbagai kota lainnya muncul kelompok usaha yang memproduksi kertas daur ulang untuk pembuatan produk-produk cinderamata secara komersial. Sejak saat itu, kertas daur ulang mulai dilirik sebagai sebuah peluang bisnis yang sangat menarik.
Kini, untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap kertas daur ulang, khususnya pesanan dari para eksportir maupun buyer luar negeri, para produsen mulai mencari alternatif lain dalam memproduksi kertas daur ulang secara massal. Tentunya tanpa meninggalkan kualitas dan ciri khasnya sebagai kertas seni. Teknologi baru pembuatan kertas daur ulang, seperti penggunaan mesin, sudah mulai diperkenalkan. Kenyataan ini bukan mustahil akan mendorong bisnis pembuatan kertas daur ulang menjadi usaha komersial yang tidak lagi berskala kecil atau home industry.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar