Jumat, 09 Juli 2010

Inovasi Tas Daur Ulang Menembus Ekspor

Pasar ekspor sudah menjadi fokus utama dari awal kemunculan produk tas wanita dari Yogyakarta ini. Dengan label CS Bag ini, Clara Seiffi Emmy Pratiwi mengirim tas berbahan dasar alami seperti anyaman pandan berjumlah puluhan ribu item hingga ke Amerika. Kini, usahanya terus berkembang dengan tas daur ulang. Pasar lokal pun menjadi pangsa pasar yang ingin diraih CS Bag berikutnya.

Sistem kemitraan sengaja dipilih pengusaha yang akrab disapa Emmy ini. Untuk bisnis ekspor yang harus melayani permintaan dari segi jumlah dan waktu pengerjaan, kemitraan lebih tepat untuk menjalankan bisnisnya. Karena pembayaran hanya dilakukan saat pengrajin mendapatkan pekerjaan atau sistem borongan.

Emmy memang cukup berpengalaman mengalami pasang-surut dalam bisnisnya. Namun kecintaannya pada produk fashion yang kerap masuk kategori handycraft ini membuatnya bertahan. Misalnya saja, bisnis tas ekspor ini semula dirintis pada tahun 1998 bersama tiga temannya. Namun sejak 2003, karena satu dan lain alasan, Emmy melanjutkan bisnisnya sendiri.

CS Bag kemudian berkembang dengan berbagai kreasi dan inovasi baru buatannya, termasuk tas daur ulang dari kertas koran, bungkus snack, dan kemasan pasta gigi. Sekitar 1200 pengrajin dari Yogyakarta, Pekalongan, Bali, dan Madura, terlibat dalam produksi tas CS Bag.

"Eksplorasi material recycle ini sudah dilakukan sejak tiga tahun lalu, dengan dukungan workshop dari USAID.Workshop ini menggali pewarnaan, penggunaan bahan kimia yang ramah lingkungan, dan mencari material yang tepat," papar Emmy kepada Kompas Female di sela Seminar Wanita Wirausaha BNI & Femina, di Four Seasons Hotel, Jakarta, Minggu (9/5/2010) lalu.

Kepekaan melihat pasar dan keberanian inovasi membekali Emmy mengembangkan bisnis tasnya. Kampanye eco friendly yang marak muncul sebagai bentuk keprihatinan atas lingkungan, memacu kreativitas Emmy untuk mempopulerkan varian terbarunya, tas daur ulang CS Bag.

Emmy meyakini varian baru ini mampu menarik minat pasar. Meski diakuinya, masih banyak konsumen yang menganggap remeh produk recycle karena materinya. Padahal menurutnya, teknik pengolahan mengedepankan kualitas. Hanya saja menurutnya tren dan rasa penghargaan atas produk ramah lingkungan belum populer.

Passion disertai kesabaran dan keyakinan menjadi modal Emmy untuk melanggengkan bisnisnya. Diakuinya, masa resesi ekonomi global sempat membuatnya merugi hingga Rp 3 milyar. Namun dukungan dari perbankan yang menjadi mitra bisnisnya, dirasakan sangat membantu. Tak sekadar saat bisnis sedang naik, namun juga saat mulai menurun karena pengaruh krisis. Tentu saja track record yang baik dalam berbisnis membangun kepercayaan bank atas CS Bag.

"Sejak 1998 menjalani bisnis ekspor, pengalaman penundaan pembayaran hingga satu tahun baru dialami sejak 2008 karena hantaman krisis ekonomi global. Penundaan pengiriman barang juga menyebabkan cancellation order," papar Emmy.

Padahal menurutnya, usaha tas ekspor miliknya minim sekali menerima klaim. Kualitas dan ketepatan waktu pengiriman menjadi kunci keberhasilan bisnisnya lebih dari 10 tahun ini.
Minimal 10.000 item

Meskipun bisnisnya sempat merosot pada krisis 2008, namun sejak 2010 ini perempuan yang juga mengelola bisnis restoran ini mulai melihat kenaikan permintaan, terutama ekspor produk daur ulang. Sedangkan pasar lokal level menengah atas masih mengandalkan penjualan tas kulit.

"Harus ada pengorbanan, terutama subsidi keuangan dari personal dalam menyiasati krisis," papar Emmy, meyakini bisnisnya mampu mencapai omzet hingga Rp 12 milyar dengan profit 30 persen seperti yang pernah dialaminya pada masa jaya tahun 1998 hingga 2002 silam.

Emmy memahami betul karakter pembeli dari produknya. Pembeli dengan partai besar atau grosir, dengan pemesanan setiap produk jumlah minimalnya 10.000 item. Sedangkan untuk pembeli ritel, CS Bag bekerjasama dengan brand dari Italia dan 25-30 butik. Pemesanan ritel untuk satu jenis produk maksumal 1.000 item.

Untuk pasar lokal, Emmy menjalin kerjasama dengan outlet di sejumlah resor atau hotel bintang lima di Bali dan Yogyakarta. Bali tak hanya menjadi lokasi pemasaran yang menarik bagi Emmy. Saat kehabisan ide, terutama dalam desain produk, Bali menjadi tempat favoritnya. Selain mencari ide, tentu saja Bali merupakan tempat bertemunya berbagai kalangan dari berbagai negara, yang membuka kesempatan terbukanya peluang pasar lebih besar.

Di samping karakter pembeli, Emmy juga paham masa peak season penjualan produknya, yakni setiap September hingga Januari. Pemahaman pangsa pasar inilah yang membuat Emmy yakin mampu menembus pasar lokal dan internasional, untuk setiap inovasi produknya. Tentunya karena memang quality control atas setiap produk terjaga baik, sebaik hubungan yang dibina bersama para pengrajin Indonesia.

Sumber: http://female.kompas.com/read/xml/2010/05/11/22242834/Inovasi.Tas.Daur.Ulang.Menembus.Ekspor

Tidak ada komentar:

Posting Komentar